BALIKPAPAN, Denai.id — Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan mulai menyusun langkah antisipatif menghadapi kemungkinan pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat. Meskipun besaran pengurangan belum dipastikan, potensi ini dinilai dapat memengaruhi keberlanjutan sejumlah proyek pembangunan, terutama infrastruktur.
Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, menegaskan pemerintah daerah tetap berkomitmen menjaga sektor-sektor vital.
“Kami akan tetap memprioritaskan program yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan, penanganan banjir, penyediaan air bersih, dan kesehatan. Beberapa proyek infrastruktur nonprioritas kemungkinan akan ditunda pelaksanaannya,” ujarnya di Balikpapan, Minggu (12/10/2025).
Daerah Penghasil SDA Kompak Suarakan Keberatan
Isu pemotongan DBH bukan hanya dirasakan Balikpapan, tetapi juga menjadi keluhan kolektif para kepala daerah dari wilayah penghasil sumber daya alam, seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, hingga Papua. Mereka berharap pemerintah pusat dapat meninjau kembali besaran pengurangan tersebut.
Sementara menunggu keputusan final, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Balikpapan tengah menyiapkan sejumlah skenario anggaran, termasuk proyeksi paling pesimistis.
“Langkah ini agar kami tidak lengah ketika keputusan resmi diumumkan,” kata Bagus.
Dorong Pengembangan Ekonomi Biru
Di sisi lain, Pemkot Balikpapan melihat peluang besar dari sektor ekonomi biru. Potensi kelautan dan perikanan dinilai dapat menjadi alternatif penggerak ekonomi daerah di tengah ketidakpastian fiskal.
“Balikpapan memiliki garis pantai sepanjang 80 kilometer dan fasilitas penyimpanan dingin berkapasitas 20 ton. Potensi kepiting soka sangat besar, tetapi belum dikelola secara maksimal,” ungkap Bagus.
Ia menyebut, sektor ekonomi biru Balikpapan telah menarik perhatian staf khusus Wakil Presiden. Pemkot berharap dukungan pusat dapat mendorong hadirnya investor dan memperkuat pemberdayaan nelayan kecil.
Nelayan Tradisional Hadapi Tantangan di Laut
Namun, tantangan besar juga menghantui nelayan kecil. Bagus menuturkan, wilayah tangkap nelayan di zona 4–12 mil laut kerap disusupi kapal besar pengguna pukat harimau (trawl) yang seharusnya beroperasi di luar 12 mil laut. Akibatnya, hasil tangkapan nelayan tradisional menurun tajam.
“Untuk mengatasi masalah ini, kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan guna memperkuat pengawasan di wilayah perairan Balikpapan,” pungkasnya. (sh)
Tulis Komentar